Oleh: Dimas Arika Mihardja
JELANG akhir tahun 2012, sastrawan Indonesia
melakukan serangkaian iven. Keseluruhan iven yang digelar—mulai Pertemuan
Sastra Indonesia di 7 (tujuh) kota yang berpuncak pada Pertemuan Pengarang
Indonesia (25-27 November 2012 di Hotel Aston dan di Benteng Fort
Rotterdam). Atau sebelumnya berlangsung Pertemuan Penyair Indonesia (22-24
November 2012 bertempat di Hotel Grand Elite dan Anjungan Idrus Tintin, dan
iven lain dengan skala nusantara akan menutup tahun 2012 dengan Pertemuan
Penyair Nusantara VI di Jambi. Tiga iven penting ini sepantasnya dijadikan
sebagai upaya mensinergikan berbagain potensi dan menghasilkan
rekomendasi-rekomendasi penting terkait perjalanan sastra di masa depan.
Berikut dicatat terkait tiga iven itu.
Pertemuan Penyair Indonesia (PPI) yang akan
digelar 22 s.d. 24 November 2012, di Anjungan Idrus Tintin, Pekanbaru, Provinsi
Riau, merupakan momentum bersejarah bagi dunia kesusastraan khususnya
perpuisian Indonesia. Salah satu agenda penting kegiatan PPI yang
diselenggarakan Dewan Kesenian Riau bekerja sama dengan Yayasan Sagang,
Komunitas Sastra Indonesia, Majalah Horison, Yayasan Panggung Melayu, Jurnal
Sajak, dan Jurnal Kritik ini adalah dideklarasikannya “Hari Puisi Indonesia”.
Penyair Jambi, Dimas Arika Mihardja (DAM), yang
diundang ke PPI sekaligus salah seorang deklarator Hari Puisi Indonesia,
menyatakan Hari Puisi Indonesia itu mendapatkan dukungan penuh para sastrawan,
kritikus dan pengamat sastra. “Deklarasi Hari Puisi Indonesia pada acara
bertajuk “Malam Deklarasi Hari Puisi Indonesia” itu dibacakan oleh Presiden
Penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri, didampingi oleh 37 penyair
Indonesia (selaku inisiator, konseptor, dan deklarator)” jelas DAM.
“Turut memberikan sambutan adalah Gubernur Riau (H.M. Rusli Zainal), Ketua Umum
Dewan Kesenian Riau (H. Kazzaini Ks), dan Ketua Pembina Yayasan Sagang (H. Rida
K. Liamsi)”.
Pada kegiatan PPI ini juga dijadwalkan
pemberian Anugerah Sagang oleh Yayasan Sagang Riau kepada sastrawan, budayawan
Riau dan luar Riau yang peduli pada sastra-budaya Melayu. Agenda lainnya adalah
pemutaran video Hari Puisi Indonesia, musikalisasi puisi Chairil Anwar (Dewan
Kesenian Riau), pembacaan puisi oleh penyair Indonesia disertai tayangan video
profil para penyair, dialog sastra, dan peluncuran buku antologi puisi penyair
peserta PPI.
Peserta Pertemuan Penyair Indonesia dan
Deklarasi Hari Puisi Indonesia di Riau ini adalah: Sutardji Calzoum Bachri
(Presiden Penyair Indonesia), Rida K. Liamsi (Penyair, Novelis, Yayasan
Sagang), Maman S.Mahayana (Kritikus Sastra, Dosen FIB UI), Agus R. Sarjono
(Penyair, Jurnal Sajak dan Jurnal Kritik), Ahmadun Yosi Herfanda (Penyair,
Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta), Kazzaini KS (Penyair, Dewan Kesenian
Riau), Asrizal Nur (Penyair, Yayasan Panggung Melayu), Jamal D. Rahman
(Penyair, Majalah Sastra Horison), D.Kemalawati (Penyair, Aceh), Acep Zamzam
Noor (Penyair, Jawa Barat), Bambang Widiatmoko (Penyair,Komunitas Sastra
Indonesia, KSI, Jakarta), Dorothea Rosa Herliany (Penyair, Jawa Tengah), Fatin
Hamama (Penyair, Jakarta), Isbedy Stiawan ZS (Penyair, Lampung), Chavcay
Syaefullah (Penyair, Banten), Hanna Fransisca (Penyair, Kalimantan Barat),
Rahman Arge (Penyair, Sulawesi), Joko Pinurbo (Penyair, Yogyakarta), Prof. Dr.
Suminto Sayuti (Penyair, guru besar sastra, Yogyakarta), John Waromi (Penyair,
Papua), Micky Hidayat (Penyair, Kalimantan Selatan), Pranita Dewi (Penyair,
Bali), Fakhrunnas MA Jabbar (penyair dan cerpenis, Riau), Taufik Ikram Jamil
(penyair dan novelis, Riau), Husnu Abadi (penyair, Riau), Jefri Al-Malay
(penyair, Riau), Marhalim Zaini (penyair, Riau), Hasan Aspahani (Penyair,
wartawan, Kepulauan Riau), Husnizar Hood (Penyair, Kepulauan Riau), Ramon
Damora (penyair dan wartawan, kepulauan Riau), Samson Rambah Pasir (penyair dan
cerpenis, Kepulauan Riau), Iyut Fitra (Penyair, Sumatera Barat), Dimas Arika
Mihardja (Penyair Jambi), Hasan Albanna (penyair dan cerpenis, Sumatera
Utara), Pandapotan MT Silagan (penyair, Sumatera Utara), Anwar Putra Bayu
(Penyair, Sumatera Selatan).
Melalui musyawarah penyair yang berlangsung seru,
tetapi juga lucu dibuahkan rekomendasi tentang Hari Puisi Indonesia yang disepakati
setiap tanggal 26 Juli. Diharapkan Hari Puisi Indonesia itu tercantum pada
kalender dan dijadikan pangkal tolak menyelenggarakan kegiatan hari puisi di
setiap wilayah di negera Republik Indonesia. Para penyair berkomitmen ingin
memajukan perpuisian Indonesia melalui berbagai aktivitas internal maupun
eksternal kepenyairan. Secara internal, para penyair bertekad memajukan karya
dan kekaryaannya dalam penulisan puisi. Secara eksternal diharapkan ada
sinergisitas antara stakeholders: penyair, karya, pembaca, penerbit,
penerjemah, kritikus, dan komunitas-komunitas yang bergerak di bidang puisi.
Pertemuan Pengarang Indonesia
Pertemuan Pengarang Indonesia yang dilaksanakan
25—27 November akan diikuti oleh ratusan peserta yang selama ini intensif hidup
di dunia pengarang (penyair, cerpenis, novelis, penulis lakon, esais, dan
penggerak komunitas sastra. Lebih dari seratus pengarang Nusantara bakal
berkumpul di Makassar, pekan depan. Mereka bakal mengupas nasib mereka dan
perkembangan dunia sastra Indonesia saat ini.
Pertemuan Pengarang ini bakal dilaksanakan di
Hotel Aston Benteng Fort Rotterdam Makassar pada 25-27 2012. Acara ini semacam
forum musyawarah untuk para pengarang Indonesia. “Mereka dapat
mengungkapkan masalah mereka, kelompoknya, atau masalah yang terkait dunia
pengarang,” ujar Kurnia Effendi, ketua pelaksana pertemuan ini, saat konferensi
pers di Galeri Cemara, Senin, 12 November 2012.
Dari acara itu, kata Kurnia, para pengarang ini
akan membuat simpulan dan mencari jalan keluarnya. Mereka bisa saling
mengoreksi diri, berdamai dengan sejarah, menyatukan semangat, dan membangun
kekuatan melalui karya mereka. Acara ini merupakan kelanjutan atau puncak
Temu Sastrawan Indonesia di tujuh kota beberapa waktu lalu. Para peserta adalah
pengarang atau perwakilan pengarang dari 34 provinsi. Selain berkonferensi,
para pengarang ini juga bakal menampilkan aksi dan karya mereka.
Budayawan sekaligus penggagas acara ini, Radhar
Panca Dahana, mengatakan keprihatinannya terhadap nasib para pengarang Indonesia.
Mereka terpecah-pecah menurut kelompok, keyakinan, dan kepentingan
masing-masing. Hal ini terjadi sejak dulu dan kian parah saat ini. “Sektarian
dan komunalisme negatif makin kuat menggejala. Jadi perjuangan sastra secara
kolektif sulit dicapai, pengarang harus berjuang sendiri,” ujar Radhar yang
aktif di Bale Sastra Kecapi.
Nasib pengarang seperti itu terjadi karena
pengkotak-kotakan ideologis dan politis masa lalu. Radhar berpendapat para
pengarang harus berani mengubah dan berdamai dengan masa lalu. “Semua tragedi
dan trauma harus didamaikan demi masa depan,” ujarnya.
Dimas Arika Mihardja sebagai salah satu penyair
yang diundang mewakili propvinsi Jambi menyatakan, “Gagasan besar, sebut saja
aneka wacana digelar di panggung pertemuan, misalnya Pertemuan Penyair
Nusantara (yangke-VI dilaksanakan di Jambi Desember 2012), kongres Komunitas
Sastra Indonesia, Seminar Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI),
Pertemuan sastra 3 kota, pertemuan penyair Sumatera, dan aneka geliat komunitas
sastra terus memproduksi wacana yang "simpang siur dan lalu lalang"
sebab tak pernah benar-benar berkelanjutan dan tuntas. “
Penyair yang juga akademisi Universitas Jambi ini
menambahkan, “Mungkin telah sama-sama maklum bahwa Rumah Tangga Sastra
Indonesia yang dihunin oleh Sastrawan (penyair, cerpenis, novelis, penulis
skenario), ktirisi dan akademisi, media sastra, masyarakat pembaca, dan
organisasi (yayasan) pengarang harus diakui kurang memberikan gambaran ekologi
sastra yang sehat, sistematik, dinamik, dan prospektif. Ide dan musyawarah
pembentukan ASI (Asosiasi Sastra[wan] Indonesia) yang konon memiliki fungsi
advokasi, perlindungan hukum, dan mungkin dibentuknya Yayasan yang memberikan
dukungan persoalan internal dan eksternal sastra perlu dipertimbangkan
perwujudan kongkretnya. Gagasan membentuk yayasan, misalanya, tentulah tidak
mencukupi jika semataa-mata dibincangkan antarsastrawan, melainkan juga harus
menghadirkan pakar hukum dan ahli managemen organisasi.”
Dimas lalu menandaskan, “Hal yang penting
diperjuangkan dalam PPI ialah persoalan keberagaman dan keninamisan
beraktivitas di dunia sastra untuk memantapkan kemandirian sebagai pelaku
budaya. Keberagaman, kedinamisan, dan kemandirian adalah kunci bagi rumah tangga
sastra Indonesia yang diidamkan. Kita sama-sama berharap akan dibangun rumah
tangga sastra yang sehat, rukun, aman, dan damai. PPI akan memberikan dampak
positif apabila digagas akrtivitas pra-pertemuan, saat pertemuan, dan
pascapertemuan sebagai siklus yang terus mengarus dan berproses serta
berprogres.”
Ada tiga rekomendasi dari Pertermuan Pengarang
Indonesia ini, yakni terkait dengan masalah estetika, masalah internal
sastra, dan masalah eksternal sastra. Banyak hal yang
telah disumbangkan peserta pertemuan. Hasil rekomendasi secara lengkap akan
digodog secara lebih rinci dan sistematis oleh Tim 7 yang ditunjuk dalam sidang
pleno. Tim 7 ini diberi mandat menyelesaikan rekomendasi lengkap hingga 30
Desember 2012.
Pertemuan Penyair Nusantara VI Jambi
Aklhir tahun ini digelar Pertemuan Penyair
Nusantara VI dilaksanakan di Jambi 28—31 Desember 2012. Iven PPN VI ini,
tentu saja menjadi klimaks serangkaian aktivitas sastra di persada
nusantara. Dimas Arika Mihardja dalam penuturannya sebagai kurator dan
penasihat PPN VI menyatakan, “ Iven ini menjadi penting sebab menghadirkan
aahli dari berbagai belahan negeri (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand,
Myanmar, Korea, dll) untuk memberikan kontribusi maksimal dalam seminar
Internasional yang mengusung perpuisian Melayu hari hulu hingga hilir baik
dalam perspektif historis, filosofis, maupun eksistensial ”.
Seminar internasional dan musyawarah penyair yang
menyangkut denyut kehidupan perpuisian nusantara memiliki arti penting sebagai
upaya sinergisitas dan persatuan sastrawan memberikan kontribusi bagi kehidupan
yang lebih bermakna. Kebermaknaan itu didukung oleh rangkaian acara yang memang
dipersiapkan seperti (1) Seminar Internasional: Agenda ini
terdiri dari tujuh sesi diskusi. (2) Penelitian Perpuisian Jambi: “Perpuisian
Jambi dalam Konteks Pemikiran Nusantara” (3) Orasi Budaya: Tema: Revitalisasi
Perpuisian Melayu Nusantara di Era Global (4) Workshop Puisi: Kegiatan ini
dikhususkan untuk guru dan peserta didik di Provinsi Jambi (5) Penerbitan Buku:
Terdiri Kumpulan Puisi, Makalah, Prosiding riset tim kepenyairan Jambi, Buku
puisi, dan makalah hasil refleksi PPN VI. (6) Panggung Apresiasi, (7) Temu
Kerja Penyair Nusantara/Temu Delegasi Negara Peserta PPN dan (8) Bazar Buku.
Agenda acara ini seakan menjadi puncak kegiatan
di akhir tahun. Melalui kegiatan ini diharapkan akan terekomendasikan
tentang sinergi berkesenian di tingkat nusantara, baik terkait perspektif
teoretik, pragmatik, maupun pemanggungan hasil-hasil peradaban manausia.
Terimakasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar